Minggu, 02 Februari 2020

Islam, iman, ihsan

Islam, Iman, dan Ihsan
19 Februari 2019 admin
Islam merupakan agama paripurna. Di dalamnya, memuat pengaturan hubungan vertikal (manusia dan Allah) dan horizontal (sesama manusia dan alam) secara sistematis. Kesempurnaan ini tertuang dalam Al-Qur’an dan Hadis sebagai panduan hidup agar selamat di dunia dan kehidupan setelah dunia.

Menelaah Islam secara fundamental tidak dapat terpisahkan dari tiga rukun utama Dinullah ini, yakni Rukun Islam, Iman, dan Ihsan. Ketiganya tersusun langsung dari wahyu yang disampaikan Malaikat Jibril kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Hal tersebut tertuang dalam Shahih Muslim nomor 8 yang kemudian dikenal sebagai Hadis Jibril.

Adalah Jibril saat itu datang dalam rupa seorang laki-laki berambut hitam dan berjubah putih. Namun, tak ada yang mengetahuinya, kecuali Rasulullah sendiri. Para Sahabat yang saat itu berhimpun duduk bersama Rasulullah pun tak mengetahuinya. Ia diutus Allah untuk mengajarkan Islam, Iman, dan Ihsan kepada manusia.

Jibril duduk di atas kedua pahanya, sebagaimana Muslim duduk diantara dua sujud. Kemudian, menyandarkan lututnya kepada lutut Nabi. Antara keduanya sangat dekat. Kemudian Jibril berkata, ‘’Wahai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam !’’

”Islam adalah engkau bersaksi tidak ada yang diibadahi dengan benar, kecuali Allah, dan Muhammad adalah Rasul Allah, engkau menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan haji ke Baitullah jika mampu melakukannya,” jawab Rasulullah menguraikan definisi Islam, yang kemudian secara runut tanpa merubah urutannya sedikit pun menjadi Rukun Islam.

Jibril membenarkan perkataan Rasulullah dan kembali menyeru, “Wahai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Iman!”

Rasulullah seraya menjawab, iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan takdir Allah yang baik maupun buruk.” Penjelasan ini kemudian menjadi susunan rukun Iman, tanpa mengubah urutannya sedikit pun.

Untuk kedua kalinya, Jibril kembali membenarkan perkataan Rasulullah. Kemudian, ketiga kalinya, Jibril kembali menyeru, “Wahai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Ihsan!”

Rasulullah menuturkan dengan hikmat, ‘’Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Walaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu.” Sabda ini kemudian menjadi bagian dalam Rukun Ihsan.

Mendengar paparan Rasulullah tersebut, Jibril pun kembali membenarkan untuk ketiga kalinya.

Selain sebagai penetapan 3 rukun utama dalam Islam, Hadis Jibril ini juga menjadi dasar bahwasanya Muslim terdiri atas 3 tingkatan, yakni (1) orang-orang yang bersyahadat, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa, dan pergi haji jika mampu, (2) orang-orang yang tak hanya mengerjakan ibadah mahdhah, tetapi juga mampu mengimani eksistensi Allah, para Malaikat, Kitab, Rasul, dan Hari Kiamat, sekaligus mengejawantahkan dalam kehidupan secara fundamental, (3) orang-orang yang mampu melihat Allah dengan hatinya (musyahadah qalbi), merasakan selalu kebersamaan Allah dengan dirinya. Dalam setiap tindak-tanduknya merasa diawasi ‘mata’ Allah kapanpun dan dimanapun.

Melalui Hadis ini, Syaikhul Ibnu Taimiyah yang tertuang dalam Syarah al-Arba’in Haditsan al-Nawawi memberikan gambaran tingkatan amaliyah seorang Muslim, yaitu orang Islam, orang yang beriman (mukmin), dan orang yang ihsan (muhsin).

Ketiganya digambarkan sebagai lingkaran yang bertingkat. Lingkaran terluar yang berukuran paling besar merupakan Islam, dimana memuat jumlah yang sangat banyak. Masuk ke lingkaran berikutnya di bagian dalam merupakan Iman. Jumlahnya lebih sedikit dari Islam. Hal ini menunjukkan orang-orang yang beriman jumlahnya lebih sedikit daripada orang-orang Islam itu sendiri.

Masuk ke lingkaran terdalam dengan ukuran terkecil, yakni ihsan. Semakin sedikit orang yang masuk dalam derajat ini. Secara eksklusif Allah akan memberikan ganjaran berupa pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (melihat wajah Allah). Hal ini sebagai ‘hadiah’ bagi orang yang hatinya melihat dan merasa gerak-geriknya diawasi Allah, sebagaimana termaktub dalam surat Yunus ayat 26.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar